Latest News

Monday, December 26, 2011

APAKAH ORANG KRISTEN BISA DIRASUK SETAN ?

APAKAH ORANG KRISTEN BISA DIRASUK SETAN ?
Oleh: Albert Rumampuk

Topik ini biasanya menimbulkan perdebatan di antara gereja Tuhan. Ada kelompok Kristen tertentu yang menganggap bahwa orang Kristen bisa dirasuk setan, tetapi golongan ‘Injili’ biasanya menegaskan sebaliknya; orang Kristen tidak bisa dirasuk setan. Yang mana yang benar: orang percaya bisa dirasuk setan, atau tidak?


DEFINISI

Ada dua hal yang perlu dijelaskan terlebih dahulu sebelum kita mempelajari tentang hal ini. Pertama, kita harus memahami apa arti dari istilah ‘orang Kristen’. Istilah ini muncul dalam Kis 11:26b; 26:28 dan 1 Ptr 4:16. Kata ini berasal dari istilah Yunani Χριστιανός – Christianos, yang berarti “Christian, a follower of Christ” (Bible Works 8). Barnes’ Notes dalam komentarnya tentang Kis 11:26 berkata: “‘Dan murid-murid disebut orang-orang Kristen…’ Karena ini menjadi nama yang membedakan dari pengikut-pengikut Kristus, itu layak untuk dicatat. Nama itu pasti diberikan karena mereka adalah pengikut-pengikut Kristus…” (Siapa bilang Kristen tidak bisa menjawab, Budi Asali M.Div, hal. 24).

Istilah ‘orang Kristen’ yang saya maksudkan adalah mereka yang sungguh-sungguh beriman / percaya pada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Memang agak sulit mengidentifikasikan bagaimana mereka disebut sebagai ‘Kristen’. Apakah tandanya hanya mengaku dengan mulut bahwa Yesus adalah Tuhan? Tentu tidak hanya sebatas kata-kata saja, tetapi harus dibuktikan dengan adanya kehidupan yang benar / sesuai firman Tuhan. Ketika seseorang percaya kepada Kristus, maka saat itu Roh Kudus memenuhinya (Ef 1:13) dan akan menghasilkan buah Roh / perbuatan baik (Gal. 5:22-23). Ada juga pandangan yang mengatakan bahwa ciri dari ‘orang Kristen’ adalah mereka yang yakin akan keselamatan dirinya di dalam Kristus. Mereka inilah yang disebut sebagai ‘pengikut Kristus’. Sekalipun hanya Allah yang tahu pasti siapa saja yang disebut sebagai ‘orang percaya’, tetapi orang itu sendiri sebetulnya bisa tahu siapa dirinya.

Yang kedua, ‘Kerasukan setan’. Apa maksudnya? Istilah ini berarti pengendalian / penguasaan secara mutlak oleh setan yang meliputi kehendak dan kekuatan manusia. Dr. Ryrie memberi definisi kerasukan setan sebagai berikut: “Dirasuk oleh setan adalah penguasaan langsung yang dilakukan oleh roh (roh-roh) jahat terhadap seseorang dengan cara bertempat tinggal di dalam diri orang itu. Semua orang, baik orang-orang percaya maupun yang tidak percaya, dipengaruhi dan terkena akibat kegiatan roh jahat, tetapi tidak semua orang dirasuki… Orang-orang yang dirasuki tidak mampu melepaskan diri mereka sendiri dari penguasaan roh-roh jahat.” (Teologi dasar 1, hal 240).

Ryrie menambahkan bahwa istilah “dirasuk oleh roh jahat” atau “kerasukan” muncul sebanyak tiga belas kali dalam Perjanjian Baru: Mat 4:24; 12:22; Mrk 5:15-18; Luk 8:36; Yoh 10:21 (hal 240).

Istilah ‘kerasukan setan’ berbeda dengan ‘dipengaruhi setan’. Thiessen mengatakan bahwa “dipengaruhi setan merupakan pekerjaan setan yang sementara dari luar seseorang, sedangkan dirasuki setan artinya pekerjaan setan di dalam diri seseorang yang lebih permanen.” (Teologi sistematika, hal 224). Jadi, orang yang dirasuk setan adalah mereka yang tidak hanya dipengaruhi oleh setan, tetapi dikuasai / dikontrol olehnya, dan mengakibatkan manusia itu tak bisa melepaskan dirinya sendiri.


APAKAH ORANG KRISTEN BISA DIRASUK SETAN?

Untuk pertanyaan ini, saya menjawab: TIDAK BISA! Menurut saya, ada beberapa hal yang tidak bisa dialami / terjadi dalam kehidupan orang yang sungguh-sungguh percaya pada Kristus, diantaranya:
  • Dia tidak akan murtad
  • Tidak bisa dirasuk setan
  • Gila.
Mengapa orang Kristen tidak bisa dirasuk oleh setan? Paling tidak ada dua alasan.

1. Adanya Roh Kudus dalam diri orang Percaya.

Efesus 1:13 berkata: “Di dalam Dia kamu juga karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya.”

Saya kira ini adalah alasan yang umum dan seringkali dipakai oleh para teolog Injili untuk mendukung pandangannya tersebut. Tanda seseorang dipenuhi Roh Kudus, bukan pada saat manusia itu bisa berbahasa roh, mengadakan mujizat, kesembuhan, dsb, tetapi itu terjadi pada saat manusia percaya pada Kristus!

1 Kor 6:19 “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?”

Dua teks diatas menjelaskan bahwa orang percaya yang didiami oleh Roh Kudus, di sebut / menjadi milik Allah (bdk Rom 8:9). Jika kita adalah milik / kepunyaan Allah, bagaimana mungkin setan bisa memaksa orang percaya untuk tunduk padanya? Orang percaya hanya bisa dikuasai oleh Roh Kudus. Allahlah yang mengerjakan di dalam orang percaya baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya (Fil 2:13).

Lebih lanjut Paulus mengatakan dalam 2 Kor 6:14b-16a “… Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? Persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan Belial? Apakah bagian bersama orang-orang percaya dengan orang-orang tak percaya? Apakah hubungan bait Allah dengan berhala?...” 

Roh yang ada didalam orang percaya lebih besar dari roh yang manapun dalam dunia ini (1 Yoh 4:4). Sebagai ilustrasi, dapatkah sebuah ruangan yang gelap tetap menjadi gelap pada saat lampu dinyalakan? Tentu saja ruangan itu akan menjadi terang dan kegelapan itu pasti sirna. Jadi, adanya Roh Kudus dalam diri orang percaya, mengakibatkan ketidakmungkinan bersatunya Roh Allah dengan roh setan. Dan karena itu, setan tak akan mungkin bisa merasuki orang percaya.

2. Allah tidak pernah mencobai melampaui kekuatan manusia.

1 Korintus 10:13 Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.”

Ketika seseorang dirasuk setan, saat itu dia dikendalikan secara mutlak oleh setan. Kehendak dan kekuatan manusia itu dikalahkan; dia dipaksa untuk tunduk. Misalnya: menyeret orang yang dirasuki ke dalam api atau air untuk membinasakannya (Mrk 9:22), membuat bisu (Mat 9:32), menyebabkan kebutaan (Mat 12:22), merusak tubuh (Mrk 5:5), dsb. Salah satu karakter iblis adalah sebagai ‘pencoba’ (Bdk Mat 4:1). Pada saat pencobaan / kesukaran / problem itu ada, Tuhan berjanji, itu tidak akan pernah melebihi kesanggupan manusia (orang percaya). Adanya pandangan bahwa orang percaya bisa dirasuk setan, ini tentu bertentangan dengan 1 Kor 10:13 yang menyatakan bahwa pencobaan yang dialami orang percaya, tidak akan melebihi kekuatannya. Allah bahkan berjanji memberi jalan keluar.

Bandingkan janji Tuhan di 2 Ptr 2:9

“Maka nyata, bahwa Tuhan tahu menyelamatkan orang-orang saleh dari pencobaan dan tahu menyimpan orang-orang jahat untuk disiksa pada hari penghakiman”


DASAR KERASUKAN SETAN

Ayat-ayat seperti 1 Sam 16:14-15; Luk 13:11-16; Kis 5:3; dsb, biasanya digunakan sebagai dasar untuk mendukung pandangan bahwa orang percaya bisa dirasuk setan. Berikut saya akan memberi satu contoh kasus dalam Alkitab tentang kerasukan setan.

Luk 13:10-16 [10] Pada suatu kali Yesus sedang mengajar dalam salah satu rumah ibadat pada hari Sabat. [11] Di situ ada seorang perempuan yang telah delapan belas tahun dirasuk roh sehingga ia sakit sampai bungkuk punggungnya dan tidak dapat berdiri lagi dengan tegak. [12] Ketika Yesus melihat perempuan itu, Ia memanggil dia dan berkata kepadanya: "Hai ibu, penyakitmu telah sembuh." [13] Lalu Ia meletakkan tangan-Nya atas perempuan itu, dan seketika itu juga berdirilah perempuan itu, dan memuliakan Allah. [14] Tetapi kepala rumah ibadat gusar karena Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat, lalu ia berkata kepada orang banyak: "Ada enam hari untuk bekerja. Karena itu datanglah pada salah satu hari itu untuk disembuhkan dan jangan pada hari Sabat." [15] Tetapi Tuhan menjawab dia, kata-Nya: "Hai orang-orang munafik, bukankah setiap orang di antaramu melepaskan lembunya atau keledainya pada hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman? [16] Bukankah perempuan ini, yang sudah delapan belas tahun diikat oleh Iblis, harus dilepaskan dari ikatannya itu, karena ia adalah keturunan Abraham? 

Ayat ini menceritakan tentang seorang perempuan yang telah “dirasuk” roh dan mengakibatkannya sakit selama 18 tahun. Ada orang yang menjadikan ayat ini sebagai dasar bahwa orang Kristen bisa dirasuk setan. Mereka beralasan bahwa Tuhan sendiri menyebut perempuan yang dirasuk itu sebagai “keturunan Abraham” (ayat 16). Ini membuktikan bahwa perempuan itu adalah orang percaya. Benarkah ayat ini mengisyaratkan bahwa orang Kristen bisa dirasuk setan?

Dr. Charles C. Ryrie memberi jawaban sebagai berikut: “Akan tetapi, tidaklah jelas apakah istilah “keturunan Abraham” menunjukkan sebagai seorang percaya ataukah bahwa dia hanyalah salah seorang diantara umat pilihan Allah, Israel. Yang jelas, dia bukanlah seorang Kristen dalam arti kata sesudah masa Pantekosta.” (hal 243).

Mungkin sanggahan Ryrie ini belum begitu jelas. Berikut saya akan memberi penjelasan dari Pdt. Budi Asali, M.Div tentang teks ini, yang saya kutip dari salah satu kotbahnya.

Hal yang pertama, kita akan menyoroti kata-kata “keturunan Abraham” pada ayat 16 di teks tersebut. Memang benar bahwa ada ayat Alkitab yang menunjukkan saat seseorang menjadi percaya, maka orang tersebut disebut sebagai “anak Abraham”. Misalnya dalam Luk 19:9. Saat Zakheus percaya, maka Yesus berkata kepadanya: “Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham.” Tetapi apakah semua orang yang disebut ‘anak Abraham’ / ‘keturunan Abraham’ sudah pasti adalah orang percaya? Tentu tidak. Bandingkan dengan cerita Lazarus dengan orang kaya dalam Luk 16:19-31. Setelah orang kaya itu mati, dia memanggil Abraham dengan istilah “Bapa Abraham”. Tetapi sekalipun demikian, orang kaya itu ada di neraka! Dalam kasus orang kaya ini, dia mengakui dirinya sebagai ‘keturunan Abraham’ tetapi dalam arti keturunan secara fisik yaitu orang Yahudi. Jadi, ‘keturunan Abraham’ belum tentu menunjuk pada orang percaya.

Yang kedua, perempuan ini sebetulnya tidak dirasuk setan. Ayat 11 “dirasuk roh” sebenarnya salah terjemahan.  Bandingkan dengan berbagai versi berikut:

KJV: “And, behold, there was a woman which had a spirit of infirmity eighteen years, and was bowed together, and could in no wise lift up herself.”
NIV: “and a woman was there who had been crippled by a spirit for eighteen years. She was bent over and could not straighten up at all.”
NASB: “And behold, there was a woman who for eighteen years had had a sickness caused by a spirit; and she was bent double, and could not straighten up at all.”
RSV: “And there was a woman who had had a spirit of infirmity for eighteen years; she was bent over and could not fully straighten herself.”

Dalam bahasa Yunani, juga tidak didapati bahwa perempuan ini dirasuk setan. KJV dan RSV menyebutkan ‘a spirit of infirmity’ (roh kelemahan). Ini merupakan terjemahan yang hurufiah (dari bahasa Yunani). Istilah ini sama dengan ‘roh perbudakan’ (Rom 8:15). Sebelum percaya pada Kristus, kita memiliki roh perbudakan. Tetapi setelah beriman, kita dibebaskan. ‘Roh perbudakan’ maksudnya manusia diperbudak oleh setan, tapi itu tidak sama dengan kerasukan setan. Itu adalah ‘roh kelemahan’. Ayat 16 “diikat oleh iblis”, bukan berarti dirasuk setan.

Yang ketiga, saat Yesus menyembuhkannya, Yesus tidak menengking setannya, seperti dalam Mrk 9:25; Mat 17:18, dsb. Ini menunjukkan bahwa perempuan itu sebetulnya tidak dirasuk setan.

Tanggapan saya:
Saya sendiri tak tahu secara pasti, apakah istilah “keturunan Abraham” yang dimaksudkan dalam Luk 13:16 menunjuk pada ‘orang percaya’ atau dalam arti ‘orang Israel’. Ayat 10-11 hanya menjelaskan keberadaan perempuan itu di rumah ibadat. Dia telah diikat oleh iblis / sakit selama 18 tahun. Apakah perempuan ini terus setia / ada di rumah ibadat selama itu? Belum tentu. Tapi bukankah ayat 13 menjelaskan bahwa perempuan itu “memuliakan Allah” ? Bukankah ini menunjukkan bahwa dia adalah seorang percaya? Tidak menutup kemungkinan, tetapi tidak bisa dipastikan, karena tindakan itu dilakukannya setelah dia disembuhkan oleh Yesus.

Para penafsir biasanya menjelaskan istilah “keturunan Abraham”, dengan dua macam penafsiran: menunjuk pada ‘orang percaya’ atau berarti ‘orang Israel / Yahudi’. Tetapi yang jelas, mau diartikan apapun juga tidaklah jadi soal, karena seperti yang dikatakan Asali, perempuan itu sebetulnya tidak dirasuk setan.

Memang ada beberapa ayat Alkitab yang sepertinya mengisyaratkan adanya 'orang percaya' yang dirasuki setan. Tetapi jika kita menelitinya dengan seksama, maka tidak ada bukti yang jelas bahwa orang percaya bisa dirasuki olehnya.


DAPATKAH ORANG PERCAYA DIPENGARUHI DAN DISAKITI OLEH SETAN?

Di atas telah dijelaskan bagaimana orang Kristen sebetulnya tidak bisa dirasuki oleh setan karena adanya Roh Kudus yang diam di dalam orang percaya. Namun pertanyaan selanjutnya adalah: Apakah berarti orang Kristen tidak dapat dipengaruhi setan untuk berbuat jahat? Tentu saja bisa (bdk. 1 Tes 3:5; 2 Kor 11:3). Orang percaya bisa tergoda oleh setan dan menyebabkannya jatuh dalam dosa, tetapi ini tidak berarti bahwa orang percaya tak bisa melepaskan dirinya dari dosa. Dipengaruhi / dicobai oleh setan bisa, tetapi dikuasai / dirasuki, tidak bisa.

Lalu bagaimana dengan teks dalam 1 Yoh 5:18 yang mengatakan bahwa “orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa?”

1 Yoh 5:18 “Kita tahu, bahwa setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa; tetapi Dia yang lahir dari Allah melindunginya, dan si jahat tidak dapat menjamahnya.”

Teks ini tidaklah menjelaskan bahwa anak Allah / orang percaya tidak bisa jatuh dalam dosa lagi, tetapi berarti “tidak memiliki kebiasaan berbuat dosa” (Wycliffe, hal 1061). Ayat ini justru menjadi dasar bagi Ryrie untuk menjelaskan bahwa orang percaya tidak dapat disakiti oleh setan. Dia berkata: “Kata ‘menjamah’ di disini, mencakup arti tujuan menyakiti atau merugikan – Setan tidak dapat menyakiti orang percaya” (hal 244). Pernyataan Ryrie ini mungkin bisa dibantah dengan memberikan teks dalam 2 Kor 12:7. Jika memang orang percaya tidak bisa ‘disakiti’, lalu mengapa iblis ternyata bisa menggocoh / memukul Paulus dengan memberinya ‘duri dalam daging’? Tentu saja istilah “menggocoh” dan kata-kata “duri dalam daging” perlu ditafsirkan secara benar, tetapi pada dasarnya ini bicara tentang persoalan / masalah bagi Paulus. Bukankah Ayub adalah seorang percaya yang juga disakiti secara fisik lewat sakit penyakit? Mungkin Ryrie sedang menghubungkan 1 Yoh 5:18b ini dengan peristiwa kerasukan setan. Kerasukan setan biasanya selalu disertai dengan manifestasi (Misalnya: Mrk 5:3-5; 9:22,26). Roh-roh jahat bisa menyebabkan orang yang dirasukinya menderita / kesakitan. Tetapi tidak untuk mereka yang percaya pada Kristus!


ALKITAB VERSUS PENGALAMAN HIDUP

Beberapa tahun yang lalu, seorang teman saya melakukan pelayanan pelepasan. Saat itu dia melayani seorang wanita yang kerasukan setan. Wanita itu kemudian mengalami berbagai manifestasi, diantaranya berusaha untuk mencakar teman saya dan bertingkah yang aneh-aneh. Disini ada hal yang agak membingungkan bagi saya; wanita itu ternyata adalah seorang ‘Kristen’ dan bahkan sedang studi di salah satu sekolah Teologia. Apakah ini menjelaskan bahwa orang ‘Kristen’ juga bisa dirasuk setan? Saat itu saya adalah seorang Kristen yang belum terlalu memahami / mendalami Alkitab, jadi ketika menerima fakta seperti ini, saya langsung saja mengaminkannya.

Dengan adanya kejadian-kejadian seperti ini, maka banyak hamba Tuhan / pendeta yang menyimpulkan bahwa orang Kristen ternyata bisa di rasuk oleh setan. Murni Hermawaty Sitanggang berkata dalam sebuah artikelnya: “Bahkan, apa yang terjadi di lapangan ini telah membuat beberapa teolog injili beralih haluan, mempercayai bahwa orang Kristen dapat dirasuk Setan.” Dalam catatan kaki di artikelnya tersebut, Sitanggang mencatat dua orang teolog yang berubah arah setelah melihat pengalaman hidup yang dialami seseorang. “Ed Murphy dan Merrill Unger merupakan dua tokoh yang telah berpindah haluan. Murphy menyatakan perubahan tersebut terjadi karena pengalaman yang dikumpulkannya ketika mengonseling orang percaya yang telah dirasuk Setan (lih. bukunya The Handbook of Spiritual Warfare [Nashville: Thomas Nelson, 1996] 429). Sedangkan Unger, setelah menerbitkan buku Biblical Demonology di tahun 1952, menerima banyak surat dari para misionaris dari seluruh penjuru dunia yang mempertanyakan teori yang dinyatakannya dalam buku tersebut bahwa orang Kristen tidak dapat dirasuk Setan. Mereka mengklaim telah menyaksikan banyak kasus kerasukan Setan yang melanda para petobat yang mereka layani. Karena klaim mereka dianggap valid, maka Unger pun mengubah pandangannya (lih. bukunya Demons in the World Today [Wheaton: Living, 1995] 163).” {Murni Hermawaty Sitanggang, ANALISIS KRITIS TERHADAP KONSEP KEMUNGKINAN ORANG PERCAYA DIRASUK SETAN}

Sudah dijelaskan secara singkat, bagaimana orang Kristen itu tak bisa di rasuk oleh setan. Hal ini tentu bukan hanya di dasari pada pendapat pribadi saja, tetapi juga mendapat dukungan dari dalam Alkitab. Tetapi ada sebuah pertanyaan penting yang harus dijawab: Bagaimana jika Alkitab di perhadapkan dengan kenyataan / pengalaman hidup seseorang? Jika pengalaman hidup membuktikan bahwa ternyata ada orang ‘Kristen’ yang bisa dirasuk setan, lalu dapatkah kita menerimanya sebagai sebuah fakta / kebenaran? Perhatikan teks berikut:

2 Timotius 3:16 “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.”

Rasul Paulus menegaskan bahwa seluruh Kitab Suci diilhamkan oleh Allah. Ayat ini menjelaskan bahwa hanya Alkitablah sumber pengajaran yang benar. Alkitab adalah satu-satunya tolok ukur bagi sebuah kebenaran. Mengapa? Karena hanya Alkitab yang adalah firman Allah! Saya heran, bagaimana mungkin orang yang mengaku Kristen bisa mendasari pemahamannya pada pengalaman hidup? Bukankah ini menunjukkan bahwa secara tidak langsung orang ‘Kristen’ itu telah memandang Alkitab sebagai bukan satu-satunya kebenaran yang mutlak? Paulus menyatakan bahwa Kitab Suci itu berfungsi untuk “menyatakan kesalahan”. Bukankah ‘pengalaman hidup’ itu adalah sebuah kesalahan yang seharusnya dikoreksi oleh Alkitab? Mengapa justru dibalik; pengalaman hidup yang mengoreksi Alkitab? Apakah fakta lapangan lebih bernilai tinggi dibandingkan dengan pernyataan Kitab Suci? Ini bukan hanya berlaku untuk kasus kerasukan setan, tetapi juga nubuatan-nubuatan palsu tentang kedatangan Yesus kedua kalinya yang katanya diperoleh melalui mimpi, suara Tuhan; adanya orang yang dibawa ke neraka dan melihat orang berdosa disiksa oleh iblis, dsb.

Pengalaman hidup seseorang, tak bisa dijadikan dasar ajaran! Semuanya harus dinilai / diuji berdasarkan Kitab Suci. Segala sesuatu yang bertentangan dengan Alkitab, harus ditolak, tak perduli siapapun pengajarnya!

1 Tes 5:21 “Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.”

Mungkin saja para pendukung ‘kerasukan setan’ juga mengklaim bahwa mereka punya dasar Alkitabnya. Tetapi jika kita menelitinya secara cermat, maka sebetulnya tak ada teks Alkitab yang menyetujuinya.
Bagi saya, para ‘teolog Injili’ yang berubah arah setelah melihat fakta lapangan, tak pantas disebut sebagai teolog Injili. Mereka sebetulnya bukanlah seorang yang Injili / Alkitabiah, tetapi mungkin lebih tepat disebut sebagai ‘teolog fakta-isme’ atau penganut ‘fakta-isme’. Ini adalah kelompok / aliran yang mendasari keyakinan mereka pada fakta lapangan / pengalaman hidup seseorang. Buat saya ini adalah sebuah kesalahan fatal!


KESIMPULAN DAN PENERAPAN

Adanya klaim bahwa orang Kristen bisa dirasuk setan, sepertinya tidak mendapat dukungan dari dalam Alkitab / firman Tuhan.

Dr. Ryrie: “Ayat-ayat yang dipakai untuk mendukung pandangan bahwa orang-orang percaya dapat dirasuk roh jahat biasanya adalah ini: 1 Sam 16:14-15; Luk 13:11-16; Kis 5:3; 1 Kor 5:5; 2 Kor 11:14; dan 12:7. Tetapi apabila ayat-ayat ini diperiksa secara teliti, maka sebenarnya tidak membuktikan bahwa orang-orang percaya dapat dirasuk roh-roh jahat.” (Teologi dasar 1, hal 242-243).

Sekalipun demikian, orang percaya tidak boleh menganggap enteng keberadaannya (Bdk Yud 9). Bersikaplah bijaksana: Ef 4:27 “dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis.” Berjaga-jagalah: 1 Ptr 5:8 “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.” Tuhan tidak hanya menghendaki kita untuk waspada / berjaga-jaga, tetapi juga melawannya dengan selengkap senjata Allah: Ef 6:11 “Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis.” Terakhir, ingatlah janji Tuhan dalam Yakobus 4:7 “Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!”

Seperti Ron Rhodes, sayapun menyukai kata-kata dari Walter Martin: “Ia berkata bahwa ketika iblis mengetuk pintu hati orang Kristen, Roh Kudus membuka dan mengatakan, ‘Pergilah!’” (Ron Rhodes, Para Malaikat di Sekeliling Kita, hal. 269).

Monday, December 5, 2011

SOLA SCRIPTURA


Oleh: Albert Rumampuk



SOLA SCRIPTURA
Seorang tokoh reformator gereja abad ke-16, Martin Luther, membuat sebuah gebrakan yang menggemparkan dunia Katolik Roma. Tanggal 31 Oktober 1517, ia menempelkan 95 thesisnya di pintu gereja Wittenberg, Jerman.

Tindakan Luther ini dilatarbelakangi karena adanya surat Indulgensia pada masa kekuasaan Paus Leo X dalam rangka pembangunan gedung Rasul Petrus di Roma dan pelunasan hutang Uskup Agung Albrech dari Mainz. Dengan membeli surat penghapusan dosa itu (surat indulgensia), maka dosa manusia dihapuskan. Dikatakan bahwa saat uang berdering di peti, jiwa akan melompat dari api penyucian ke surga.

Thesis Luther yang ke-27 “They preach only human doctrines who say that as soon as the money clinks into the money chest, the soul flies out of purgatory.”

Bagi Luther, ini adalah suatu penyimpangan dari Kitab Suci / firman Tuhan. Karena itu, ia menentang keras penggunaan surat tersebut. Dia mengatakan bahwa orang yang percaya pada surat pengampunan dosa untuk keselamatannya, justru akan dihukum secara kekal!  

Thesis yang ke-32 “Those who believe that they can be certain of their salvation because they have indulgence letters will be eternally damned, together with their teachers.”

Tanggal dimana Luther memaku 95 dalilnya, kemudian terus diperingati sebagai Hari Reformasi. Salah satu semboyan dari Reformasi ialah Sola Scriptura, yang berarti hanya Kitab Suci. Martin Luther begitu sangat menekankan Kitab Suci sebagai satu-satunya dasar ajaran / iman, sekalipun dia harus diperhadapkan dengan otoritas Paus yang mengutuknya. Luther bahkan membakar surat resmi berupa anjuran Paus agar dia mencabut semua pandangannya itu!

Seberapa pentingkah Kitab Suci / Alkitab bagi kekristenan? Mengapa orang Kristen seharusnya berpegang / mendasari imannya hanya pada Alkitab saja? Bisakah orang Kristen menggunakan kitab-kitab agama lain untuk menunjukkan kebenaran Alkitab?


Keharusan Alkitab

2 Timotius 3:16 “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.”

Ada dua hal yang ditekankan dalam ayat ini.

1) Alkitab adalah firman Allah

2Tim 3:16 terjemahan baru LAI berbunyi: “Segala tulisan yang diilhamkan Allah...” Ini sebetulnya salah terjemahan karena dalam bahasa aslinya (Yunani), kata ‘yang’ itu tidak ada! (C. Ryrie, Teologi dasar 1, hal. 97).

Bandingkan dengan versi NASB.

NASB: ‘All Scripture is inspired by God’ (= seluruh Kitab Suci diilhamkan oleh Allah).

Paulus menegaskan bahwa seluruh Kitab Suci diilhamkan Allah!
Tulisan-tulisan mana yang dimaksudkan Paulus? Seluruh Alkitab! Mungkin ada yang berkeberatan dan memprotes bahwa Paulus tidak memaksudkan pada seluruh kitab dalam PB, tetapi hanya kitab-kitab PL dan sebagian PB. Keberatan ini memang masuk akal, karena bukankah saat Paulus menulis 2 Timotius, belum semua kitab-kitab PB (seperti Ibrani, Yudas, dsb) itu ditulis? Ryrie menjawab: “Meskipun benar bahwa belum semua dari PB dituliskan ketika Paulus menulis 2 Tim. 3:16 (yaitu 2 Petrus, Ibrani dan Yudas serta tulisan Yohanes belum ditulis), namun karena kitab-kitab itu akhirnya diakui sebagai bagian dari kanon Alkitab, kita boleh menyimpulkan bahwa 2 Tim. 3:16 meliputi semua ke 66 kitab sebagaimana kita mengenalnya sekarang. Tidak satu kitab pun atau sebagiannya yang dikecualikan. Segenap Alkitab diilhamkan Allah.” (Teologi dasar 1, hal. 97).

Disamping itu, kata ‘tulisan’ / ‘Kitab Suci’ (Yunani = graphe) dalam ayat tersebut, digunakan sebanyak 50 kali dalam sepanjang PB, dan selalu menunjuk pada tulisan-tulisan dari Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. “Dengan tidak menyertakan artikel, kata γραφή  (grafe) selalu digunakan untuk bagian atau kitab dari Alkitab. Dengan demikian menjadi jelas bahwa tidak satupun bagian atau kitab dalam Perjanjian Lama dan Baru yang tidak diilhamkan Allah.” (Dr. Arnold Tindas, Inerrancy Ketaksalahan Alkitab, HITS. hal 184).

Alkitab adalah tulisan yang diilhamkan / diinspirasikan oleh Allah. Apa maksudnya?

Ungkapan ‘diilhamkan’ berasal dari kata Yunani THEOPNEUSTOS, “yang secara harafiah berarti ‘dinafaskan Allah’… Paulus menggunakan istilah ‘dinafaskan Allah’ untuk menyatakan bahwa setiap bagian atau kitab dari Alkitab adalah produksi Allah. Pengilhaman yang dimaksudkan di sini adalah pengilhaman kata demi kata secara menyeluruh (plenary verbal inspiration), sebab setiap bagian atau Alkitab secara keseluruhan adalah ‘dinafaskan Allah.’” (Tindas, Inerrancy Ketaksalahan Alkitab, HITS. hal 186,187).

B B. Warfield memberi definisinya:

“... inspirasi biasanya didefinisikan sebagai suatu pengaruh supranatural dari Roh Allah yang menggerakkan para penulis kitab Suci, sehingga tulisan mereka dinyatakan memiliki kepatutan dipercaya yang bersifat ilahi.” (The Inspiration and Authority of the Bible, hal. 131).

Bandingkan dengan 2 Ptr. 1:21 “sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah.”

Jadi, ‘Inspirasi’ berbicara tentang tindakan Allah yang menguasai / memimpin para penulis Alkitab sedemikian rupa sehingga meskipun ditulis oleh para penulis manusiawi (sesuai dengan gaya / kepribadiannya), namun itu dicatat dengan akurat dan tanpa salah pada naskah aslinya (autograph). Karena setiap bagian dari Alkitab adalah produksi Allah, ini jelas menunjukkan bahwa Alkitab adalah firman Allah!

2)  Akitab adalah Kitab Suci yang bermanfaat.

Ini adalah tujuan dari inspirasi / pengilhaman oleh Allah. Alkitab yang adalah firman Allah, tentu dapat memberi manfaat bagi manusia. Ada empat hal yang ditekankan disini:

Mengajar. Alkitab memuat begitu banyak ajaran-ajaran / doktrin Kristen. Seperti ajaran tentang keilahian Yesus, Allah Tritunggal, keselamatan, kekudusan, dsb. Dengan mempelajarinya, kita dapat memahami setiap ajarannya. Alkitab adalah satu-satunya sumber pengajaran yang benar.

Menyatakan kesalahan. Konteks menunjukkan bahwa Alkitab bukan hanya dapat menyatakan / membuktikan setiap dosa manusia, tetapi juga menyatakan kesalahan pandangan / pengajaran. Dulu saya pernah punya pandangan bahwa saat Yesus bangkit dan naik ke surga, saat itu kemanusiaannya sudah tidak ada lagi. Dia kembali menjadi Allah 100% tanpa kemanusiaan. Saat mempelajari Alkitab, kesalahan saya kemudian dinyatakan.

Memperbaiki kelakuan. Hidup kita akan semakin bertumbuh / meningkat dalam kebenaran.

Mendidik orang dalam kebenaran. Setelah kesalahan dinyatakan dan diperbaiki, selanjutnya Alkitab berguna untuk membina / melatih manusia di jalan kebenaran.

Semua ini adalah manfaat yang dapat ditemukan dalam Alkitab. Setelah menyatakan keempat hal ini, Paulus kemudian meneruskan: “Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.” (2 Timothy 3:17) 

Yesus sendiri mendeklarasikan bahwa hanya wahyu Allah yang adalah kebenaran. Saat Dia berdoa untuk para murid-Nya, Dia berkata: “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran.” Yoh 17:17 (Bdk. Mzm 119:142).

Tindas menyimpulkan sebagai berikut: “Dari segi status, Alkitab itu mempunyai otoritas penting dan tertinggi karena produksi Allah. Sedangkan dari segi makna, Alkitab itu menjadi tolok ukur kebenaran yang tak ada bandingannya.” (Inerrancy Ketaksalahan Alkitab, HITS. hal 191).

Dua point yang ditekankan dalam 2 Tim 3:16 menunjukkan bahwa hanya Alkitab yang adalah Firman Tuhan dan menjadi standar kebenaran yang mutlak! Dengan demikian, orang Kristen seharusnya hanya menggunakan Alkitab saja, baik dalam proses belajar-mengajar, maupun dalam menjalani kehidupan.


Bolehkah umat Kristen menggunakan Kitab Agama lain dalam berapologi?

1Pet 3:15  “Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat”.

Kata-kata ‘pertanggungan jawab’ berasal dari kata Yunani APOLOGIA (suatu pembelaan). Ayat ini merupakan perintah bagi orang Kristen untuk memberi pembelaan iman. Saat iman Kristen diserang, kita diperintahkan untuk dapat memberi apologi / jawaban.

Apa yang seharusnya menjadi dasar umat Kristen dalam apologetika? Bisakah mengunakan kitab agama lain?

Tanggal 21 Maret 2008, di sebuah gereja di Palu, diselenggarakan sebuah seminar dengan topic “SYAHIDIN KRISTUS DALAM BUDAYA ISLAM” dan “OTENTISITAS ALKITAB MENURUT KESAKSIAN AL-QUR’AN.” Pembicara / pendeta yang memimpin seminar ini mengajarkan dan membuktikan kebenaran Alkitab menurut Al-Quran. Menurutnya, dalam menghadapi umat Islam, tidak salah jika kita menggunakan ayat-ayat Qur’an untuk menyatakan keilahian Yesus, dsb. Bahkan, sang pendeta merencanakan sebuah pelatihan khusus mengenai hal ini.

Benarkah Alkitab memberi persetujuannya?

Setelah melihat pentingnya Alkitab bagi orang Kristen menurut 2 Tim. 3:16, saya mengajak saudara untuk melihat teks selanjutnya dalam Efesus 6:10-20.

[10] Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya. [11] Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis; [12] karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara. [13] Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu. [14] Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, [15] kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera; [16] dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, [17] dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah, [18] dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus, [19] juga untuk aku, supaya kepadaku, jika aku membuka mulutku, dikaruniakan perkataan yang benar, agar dengan keberanian aku memberitakan rahasia Injil, [20] yang kulayani sebagai utusan yang dipenjarakan. Berdoalah supaya dengan keberanian aku menyatakannya, sebagaimana seharusnya aku berbicara.”

Ayat-ayat ini sedang memberi gambaran tentang kehidupan Kristen sebagai suatu peperangan. Inti yang dibicarakan adalah, adanya konfrontasi antara orang percaya dengan kuasa kegelapan (iblis dan antek-anteknya). Setiap orang percaya pasti akan mengalami pergumulan dalam hidupnya, baik masalah pribadi, keluarga, serangan ajaran-ajaran sesat, dsb.

Bagaimana menyikapi setiap persoalan / serangan setan itu? Melalui teks ini, Allah memerintahkan kita untuk menggunakan seluruh perlengkapan senjata Allah!

Saya akan memberi eksposisi secara ringkas terhadap ayat-ayat ini.

Paulus menulis ayat-ayat ini saat dia sedang berada di penjara (ayat 20). Teks ini terdiri dari tiga bagian: perjuangan orang percaya (ayat 10-12), perlengkapan orang percaya (ayat 13-17), dan doa (ayat 18-20).

[10] Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya. ‘Hendaklah kamu kuat’ (Yunani = ENDUNAMOUSTHE) adalah kata kerja bentuk perintah (present imperative); perintah yang harus dilakukan terus-menerus. Namun perlu diingat bahwa kata ini juga adalah bentuk pasif, kekuatan disini bukan berasal dari jemaat itu sendiri, tetapi kekuatan yang hanya didapatkan dalam Tuhan saja. Lihat Yoh 15:5 “… sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” (Bdk. Fil 4:13). [The Wycliffe Bible Commentary, Vol 3, Gandum Mas, hal. 763; Eksposisi Surat Paulus kepada Jemaat di Efesus: Budi Asali M.Div].

 [11] Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis.Ini lagi-lagi adalah perintah dari Tuhan agar orang Kristen mengambil / mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah. ‘Senjata’ adalah symbol yang bicara tentang ‘suatu alat’ yang dapat digunakan untuk bisa bertahan melawan tipu muslihat iblis. Disini iblis digambarkan sebagai seorang yang penuh dengan ‘tipu muslihat’ (cerdik / licik), yang punya banyak cara / strategi. Tanpa ‘senjata Allah’ ini, kita tak mungkin bisa bertahan menghadapi berbagai serangan iblis itu.

[12] karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara. Bagian ini menjelaskan tentang siapa sesungguhnya lawan dari orang Kristen. Bukan bicara tentang hal-hal yang jasmani (Sesama orang percaya, orang-orang non Kristen / penganut agama lain, dsb), tetapi lebih bersifat rohani, yaitu melawan kuasa-kuasa kegelapan / kekuatan roh jahat. Wycliffe menjelaskan bahwa ini menunjukkan adanya berbagai tingkatan / golongan di kalangan bala tentara iblis yang adalah musuh kita (hal 763).

[13] Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu. Setelah Paulus menjelaskan betapa hebatnya perjuangan orang percaya, ia kemudian menasehati untuk mengenakan perlengkapan senjata Allah. Bagian awal ayat ini sedang menekankan tanggung jawab manusia. Sekalipun Allah telah menyediakan semua senjata itu, tetapi manusia harus mengambil / mengenakannya. Senjata ini berfungsi untuk menangkis / melawan serangan musuh. Kata-kata ‘hari yang jahat itu’ menunjuk pada situasi yang mengancam, saat dimana setan menyerang kita dan ini bisa terjadi kapan saja. Ayat ini secara implicit menyatakan bahwa kita bisa menang menghadapi serangan setan itu.

[14] Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, [15] kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera; [16] dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, [17] dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah.‘Senjata Allah’ digambarkan sebagai perlengkapan prajurit Romawi. Ayat-ayat ini menjelaskan secara rinci tentang senjata-senjata Allah itu:
  • Ikat pinggang yaitu kebenaran. 
  • Baju zirah yaitu keadilan (Yunani = DIKAIOSUNE) 
  • Kasut yaitu pemberitaan Injil. Kita dituntut untuk selalu siap sedia memberitakan Injil. Ini adalah kabar baik yang menghasilkan damai sejahtera.
  • Perisai yaitu iman. Bicara tentang keyakinan / kepercayaan akan Firman Tuhan / Kristus. 
  • Ketopong keselamatan dan pedang Roh yaitu Firman Tuhan. ‘Pedang’ adalah ‘senjata’ yg digunakan bukan hanya untuk menyerang, tapi juga bertahan. Dan ini hanya ada di dalam firman Tuhan / Alkitab.

Orang percaya digambarkan sebagai prajurit-prajurit Allah. Dengan demikian, seharusnyalah kita menggunakan seluruh perlengkapan senjata yang telah disediakan Allah, panglima kita.

[18] dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus, [19] juga untuk aku, supaya kepadaku, jika aku membuka mulutku, dikaruniakan perkataan yang benar, agar dengan keberanian aku memberitakan rahasia Injil, [20] yang kulayani sebagai utusan yang dipenjarakan. Berdoalah supaya dengan keberanian aku menyatakannya, sebagaimana seharusnya aku berbicara.”Sekalipun Paulus mengakhiri uraiannya tentang perlengkapan senjata Allah di ayat 17, namun dia lalu menghubungkan / melanjutkannya dengan doa. Dianjurkan bahwa orang percaya harus berdoa setiap waktu bukan hanya untuk anggota-anggota jemaat tetapi juga untuk Paulus (hamba Tuhan / pemimpin rohani). Kita bisa menganggap bahwa doa juga adalah senjata yang ampuh untuk melawan si jahat.

Dengan melihat latar belakang / konteks ayat ini, saya menyimpulkan sbb:

  • Ayat-ayat ini sedang menjelaskan bahwa hidup orang Kristen sebetulnya identik dengan pergumulan. Sama seperti Paulus yang bergumul (dianiaya / dipenjara), kita pun sebagai orang beriman pasti akan mengalami masalah. Persoalan itu, bukan hanya bicara tentang sakit penyakit, masalah keluarga, dsb, tetapi bisa juga karena adanya serangan setan lewat berbagai ajaran sesat yang menentang Injil / firman Tuhan.
  • Firman Tuhan menganjurkan kita untuk kuat dengan cara mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah.
  • Selanjutnya, kita harus berperang melawan segala kuasa / tipu muslihat si jahat. Ini suatu hal yang tak dapat dihindari jika kita tak ingin hancur / dikalahkan oleh si jahat itu.
  • Yakinlah, kita pasti bisa bertahan dan bahkan dapat memadamkan panah api-nya. Kita pasti menang!

Penerapan

Melalui teks ini, saya menyimpulkan bahwa dalam melakukan pembelaan iman (apologi), orang Kristen tidak boleh menggunakan kitab-kitab agama lain sebagai dasarnya. Mengapa? Karena hanya Alkitab / firman Tuhan yang adalah pedang Roh! (ayat 17). Dengan menggunakan kitab agama lain (misalnya Al-Quran) dalam berapologi, maka saudara sedang memberitakan Al-Quran. Ini menentang ayat 15 yang menganjurkan kita untuk hanya memberitakan Injil damai sejahtera.


Menjawab keberatan

Beberapa waktu yang lalu, saya memuat sebuah pertanyaan di salah satu forum / group di Face Book: “Bolehkah orang Kristen menggunakan Al Qur’an dalam berapologetik?” Saya memberi contoh para ‘murtadin’ (penganut Islam yang jadi Kristen, termasuk yang sudah menjadi pendeta), sering menggunakan Al-Quran untuk menyatakan keilahian Yesus, dsb. Benarkah tindakan mereka? Ada seorang Kristen (yang juga admin dan pemimpin group tersebut) dengan jelas menyetujui hal ini. Menurutnya, tidak masalah bagi orang Kristen untuk menggunakan Al Qur’an dalam apologi, karena didalamnya terkandung kebenaran-kebenaran tertentu. Misalnya: Qur’an mencatat tentang Isa yang adalah “kalam Allah”, dsb, ini cocok dengan ajaran Kristen.  

Ketika saya menyampaikan ayat-ayat dalam Ef 6 ini, dan mengatakan bahwa seharusnya orang Kristen tidak menggunakan Al- Quran dalam berapologi, seorang admin lain yang juga pengkotbah Kristen (PK) dan sering berdiskusi dengan kelompok Islam, kemudian mengkritik pandangan saya tersebut. Beliau memberikan eksposisi Ef 6 dari sudut pandangnya. Baginya, teks tersebut tak bisa dijadikan dasar untuk menolak penggunaan kitab agama lain dalam apologetika. Kami lalu terlibat diskusi didalamnya.
Berikut adalah beberapa keberatan dari pengkhotbah Kristen (PK) tersebut:

PK: Memang ada lontaran ekspansif (memberitakan Injil), tetapi lontaran ini diberikan dalam konteks di mana Paulus mengasumsikan bahwa ketika pemberitaan Injil itu diberikan, akan ada perlawanan dari si jahat (lihat “panah api si jahat”). Dan dalam rangka mempertahankan diri inilah, Paulus memberitahukan kepada orang percaya supaya mereka mengenali instrument-instrumen pertahanan rohani yang sudah disediakan Tuhan bagi orang-orang percaya.

Tanggapan saya:
Baik, sekarang kita lihat konteksnya: Bagian ini didahului oleh adanya perintah dari Tuhan agar ‘Hendaklah kamu kuat’ (ayat 10). Seperti yang kita ketahui, ini adalah kata kerja bentuk perintah (present imperative) yaitu perintah yang harus dilakukan terus-menerus. Mengapa ada perintah ini? Supaya dapat bertahan melawan tipu muslihat iblis (ayat 11b) yaitu kuasa kegelapan / kekuatan jahat (ayat 12). Serangan setan (lewat pergumulan, dsb) pasti akan datang menghampiri orang percaya. Bagaimana supaya kuat? Kita harus mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah (ayat 11a). Apa saja senjata Allah itu? Kebenaran, keadilan, pemberitaan Injil, iman, dan firman Tuhan.

Anda mengatakan bahwa pemberitaan Injil, ada dalam konteks dimana Paulus memaksudkan bahwa dengan hal itu akan menyebabkan adanya perlawanan dari si jahat. Jadi disini ‘pemberitaan Injil’ adalah hal yang pertama (sebelum adanya serangan si jahat) dan ‘perlawanan dari si jahat’ adalah hal kedua / akibat yang ditimbulkan setelah Injil itu diberitakan.

Saya kira kesimpulan anda ini justru tak cocok dengan konteks ayat yang dimaksudkan. Mengapa? Karena konteks justru menunjukkan bahwa ‘pemberitaan Injil’ itu dilakukan sebagai bentuk ‘pembelaan diri’ untuk dapat bertahan dan melawan segala tipu muslihat iblis.

Lihat ayat 13: “Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu.”

Perlengkapan senjata Allah itu diperlukan dalam rangka menghadapi “hari yang jahat itu”. Kata-kata “hari yang jahat” menunjuk pada hari atau saat dimana setan akan menyerang orang percaya. Ketika ada serangan setan, kita diperintahkan untuk melawan dengan menggunakan seluruh perlengkapan senjata Allah, diantaranya adalah ‘pemberitaan Injil’ dan penggunaan ‘pedang roh’ yaitu Firman Tuhan. Jadi sebetulnya, serangan setan itu ada lebih dulu, lalu ditangkis dengan berbagai senjata Allah itu.  


PK: Dari latar belakang historis ini, kita mendapati sebuah ide yang pasti bahwa “peperangan Kristen” yang dibicarakan dalam Efesus 6:20 ini berhubungan erat dengan penderitaan Paulus [dan juga orang-orang percaya] dalam memberitakan Injil Yesus Kristus. Apa maksudnya? Maksudnya bahwa iblis melancarkan serangan terhadap Paulus yang sedang memberitakan Injil Kristus itu dengan cara membuatnya mengalami penderitaan demi penderitaan, salah satunya penjara (Ef. 6:20; bnd. 2Kor. 6:22-26).

Tanggapan saya:
Saya setuju dengan pandangan anda ini. Jika ditinjau secara historis, maka ini memang bisa dihubungkan dengan penderitaan Paulus / serangan setan (penjara) saat dia memberitakan Injil. Tapi apakah ini lalu menentang kesimpulan saya mengenai konteks Ef 6 itu? Saya rasa tidak. Karena sekalipun serangan setan itu adalah akibat dari pemberitaan Injil, namun bukankah serangan setan itu bisa juga ada lebih dahulu lalu kita menangkisnya dengan ‘senjata Allah’ yaitu Injil / firman Tuhan?

PK: Apakah Efesus 6:10-20 Dapat Diaplikasikan sebagai Sebuah Larangan Untuk Menggunakan Kitab Suci Non-Kristen dalam Apologetika? Terhadap pertanyaan ini, saya menjawab dengan sangat yakin: Tidak! Penjelasan eksegetis di atas hanya menekankan tentang bagaimana orang-orang percaya dapat bertahan terhadap serangan balik si jahat ketika mereka memberitakan Injil.

Tanggapan saya:
Secara historis, ini memang bisa dibenarkan. Tetapi jika ditinjau dari struktur ayat-ayat ini, maka sebetulnya teks ini sedang menjelaskan bahwa saat kita alami pergumulan dan berperang dengan si jahat, kita di anjurkan untuk mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah (termasuk diantaranya ‘kerelaan memberitakan Injil’). Jadi, pemberitaan Injil adalah bagian dari senjata Allah yang harus digunakan dalam rangka menghadapi / melawan serangan setan.

Tentunya kita bisa menerapkan hal ini dalam hubungannya dengan apologetika. Pada saat setan menyerang dengan melontarkan berbagai ajaran sesat, kita bisa menangkisnya (atau menyerang balik) dengan menggunakan Injil / Firman Tuhan.

PK: Orang-orang percaya dapat bertahan karena:

  • Mereka sudah diselamatkan;
  • Mereka memiliki firman Allah
  • Mereka memiliki iman
  • Mereka hidup di dalam kebenaran dan keadilan
  • Mereka memiliki kuasa yang mereka peroleh dari doa, sebagai wujud hubungan yang intim dengan Tuhan.
Tuhan melindungi orang-orang percaya dengan perlengkapan yang sangat cukup dan kukuh. Panah api si jahat dan segala bentuk perlawanan baliknya, tidak akan membinasakan orang-orang percaya. Penderitaan, baik dalam bentuk penjara, misalnya, tidak akan menggagalkan keberlangsungan pemberitaan Injil.

Tanggapan saya:
Disini anda ‘membuang’ satu senjata lain, yaitu “pemberitaan Injil”. Menurut susunan teks dalam Ef 6 ini, pemberitaan Injil BUKAN penyebab dari adanya serangan setan, tapi senjata yang harus digunakan dalam menghadapi si jahat.

Saya melihat anda menukar kedua hal ini. Ini yang disebut eisegesis.

PK: Memang dalam apologetika, kita mengenal apa yang disebut dengan apologetika defensif, yakni apologetika yang berfokus pada bagaimana seorang apologet mempertahankan dan membuktikan kebenaran-kebenaran kristiani-Nya. Tetapi bukan hanya ini. Apologetika Kristen juga mengenal yang namanya apologetika ofensif. Apologetika ofensif berarti apologetika yang berfokus pada bagaimana seorang apologet Kristen menunjukkan absurditas keyakinan dari lawan-lawannya. Dalam rangka menjalankan tugas apologetika ini, tentu dasar argument kita adalah Alkitab, Firman Allah. Tetapi, tidak ada batasan yang jelas dari Efesus 6:10-20 bahwa kita SAMA SEKALI TIDAK BOLEH menggunakan Kitab Suci non Kristen demi argumentasi. Artinya, tugas apologetika lebih luas dari cakupan maksud dari Efesus 6:10-20 yang penekanannya adalan bagaimana seorang percaya mempertahankan diri terhadap serangan balik dari si jahat dalam pemberitaan Injil. 

Tanggapan saya:
Setuju dengan penjelasan anda tentang apologetika ofensif dan defensive. Tetapi point yang ditekankan (dan jangan dilupakan) dalam konteks Ef 6 adalah, kita HANYA mendasarinya pada Alkitab / firman Tuhan. Mengapa hanya Alkitab? Karena seluruh perlengkapan senjata Allah yang dibicarakan itu, SAMA SEKALI TIDAK MENYINGGUNG soal ‘kitab suci’ lain / non Kristen. Jadi, secara implicit kita bisa menafsirkan bahwa dalam berapologetika (sebagai salah satu usaha pembelaan diri dari ‘serangan setan’), kita HANYA diperbolehkan untuk menggunakan Injil / firman Tuhan dan bukan ‘kitab suci’ lain yang memang BUKAN firman Tuhan.  

Dengan menggunakan ‘kitab suci’ lain (misalnya Al-quran), ini akan menyebabkan beberapa hal:

  • Menentang ayat 15, yang menganjurkan kita untuk menggunakan Injil dalam pemberitaan.
  • Menjadikan Alquran sebagai perisai iman dan menentang ayat 16
  • Menjadikan Alquran sebagai ‘pedang Roh’ dan menentang ayat 17.

PK: Dan itu berarti, menggunakan Efesus 6:10-20 untuk menjawab pertanyaan di atas dengan IYA, merupakan tindakan eisegesis, memasukan ide asing yang tidak tercakup di dalam batasan maksud dari teks yang bersangkutan. Mengapa? Konteks dan penekanan di atas menjadi pembatas yang jelas bahwa kita tidak dapat menggunakan bagian ini untuk menjawab pertanyaan di atas. Dengan kata lain, teks ini tidak ditulis untuk menjawab pertanyaan mengenai apakah kita tidak boleh sama sekali menggunakan Kitab Suci non Kristen dalam berapologetika. Itulah sebabnya, dalam komentar awal saya kepada pace Albert, saya katakan bahwa saya TIDAK melihat bahwa teks ini harus diaplikasikan untuk mendukung posisi pace Albert. Intinya, pace Albert menggunakan teks yang tidak berbicara mengenai posisi yang dianut oleh pace Albert.

Tanggapan saya:
Saya sudah menjelaskan bagaimana latar belakang / konteks ayat tersebut. Menurut saya, justru andalah yang lakukan eisegesis.

Sampai disini, hamba Tuhan ini (yang juga adalah teman saya), lalu menghentikan diskusi dan tidak ingin melanjutkannya lagi dengan alasan yang tidak jelas.

Bagaimana saudara menilainya? Bukankah hanya Alkitab yang diilhamkan oleh Allah? Bukankah Injil itu adalah kabar baik yang bisa membawa manusia kepada keselamatan? Bukankah itu adalah senjata Allah yang harus kita gunakan? Lalu mengapa menggunakan kitab-kitab lain yang bukan senjata Allah??

Perhatikan 2 Tim 3:15 “Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus.” Timotius sejak kecil telah diperkenalkan / mengenal Alkitab Perjanjian Lama. Kitab Suci inilah yang dapat memberi hikmat dan bahkan menuntun kepada keselamatan dalam Kristus. Bandingkan dengan istilah ‘Injil’ yang berarti kabar baik. Tentang apa? Tentang Yesus Kristus yang mati di salib menebus dosa manusia, dikuburkan, bangkit pada hari ketiga (1 Kor 15:3-4). Melalui Injil inilah manusia dapat diselamatkan (1 Kor 15:2). Al-Quran sendiri menyatakan bahwa Isa tidak dibunuh dan tidak di salib, lalu bagaimana mungkin kita menggunakan Qur’an? Tujuan Firman Tuhan / Injil di catat adalah supaya manusia percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya oleh iman ini, manusia beroleh hidup dalam nama-Nya (Yoh 20:30-31). Benarkah Al-Qur’an juga mempunyai tujuan yang sama? Bukankah Qur’an dengan terang-terangan menentang keilahian Yesus?

Namun lebih dari pada itu, kita percaya bahwa hanya Alkitab yang adalah firman Tuhan dan satu-satunya standar kebenaran mutlak! Seharusnya itu yang menjadi dasar iman dan ‘pedang Roh’, bukan pada kitab-kitab agama lain. Pada saat saudara menggunakan kitab-kitab lain, maka saudara sedang mengakui kebenarannya, dan secara tidak langsung menjadikannya sebagai ‘firman Tuhan’ yang juga patut diyakini / diimani.

Hanya Alkitab yang adalah wahyu khusus dari Allah yang dapat menuntun manusia pada keselamatan dalam Kristus. Kitab-kitab agama lain (termasuk tulisan Kong Hu Cu, dsb), bahkan bukanlah wahyu umum!

Pdt. Stephen Tong: “Apa yang di tulis Kong Hu Cu bukan wahyu umum...”

Saya sungguh aneh dan merasa geli, dengan pernyataan seorang hamba Tuhan / pengkotbah yang menganggap bahwa kitab-kitab agama lain berisi ‘jejak-jejak kebenaran’ / wahyu umum dan karena itu, dapat digunakan dalam berapologi. Saya kira ini adalah suatu tindakan yang bodoh!

Jika kitab-kitab agama lain bukan wahyu Allah yang dapat membawa manusia kepada keselamatan melalui iman pada Kristus, lalu mengapa orang Kristen harus menggunakannya??


Bagaimana sikap Yesus, para rasul dan bapa-bapa gereja?

Yesus dan para tokoh Alkitab 

Disepanjang Alkitab, kita tak pernah menemukan para rasul (termasuk Yesus) yang saat berdebat, mereka gunakan kitab lain. Justru sebaliknya, mereka berpegang teguh pada prinsip Sola Scriptura / hanya Alkitab!

  • Yesus sendiri saat menghadapi serangan setan, Dia hanya menggunakan Alkitab Perjanjian Lama (Mat 4:1-10). Sebanyak tiga kali Setan menyerang-Nya, tetapi sebanyak itu pula Yesus menangkisnya dengan Kitab Suci. Disini Yesus sedang menekankan betapa pentingnya penggunaan Alkitab itu.
  • Paulus menggunakan berita Injil dalam berapologetik. Saat dia berhadapan dengan orang-orang di Atena, Paulus hanya menggunakan berita Injil sebagai dasar apologinya.
    Kis 17:17-18  “(17) Karena itu di rumah ibadat ia bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, dan di pasar setiap hari dengan orang-orang yang dijumpainya di situ. (18) Dan juga beberapa ahli pikir dari golongan Epikuros dan Stoa bersoal jawab dengan dia dan ada yang berkata: ‘Apakah yang hendak dikatakan si peleter ini?’ Tetapi yang lain berkata: ‘Rupa-rupanya ia adalah pemberita ajaran dewa-dewa asing.’ Sebab ia memberitakan Injil tentang Yesus dan tentang kebangkitanNya”.Bandingkan dengan Fil 1:7,16
    “(7) Memang sudahlah sepatutnya aku berpikir demikian akan kamu semua, sebab kamu ada di dalam hatiku, oleh karena kamu semua turut mendapat bagian dalam kasih karunia yang diberikan kepadaku, baik pada waktu aku dipenjarakan, maupun pada waktu aku membela dan meneguhkan Berita Injil. ... (16) Mereka ini memberitakan Kristus karena kasih, sebab mereka tahu, bahwa aku ada di sini untuk membela Injil”.
  • Apolos dalam berdebat dengan orang-orang Yahudi, hanya menggunakan Kitab Suci untuk membuktikan bahwa Yesus adalah Mesias.
    Kis 18:27b-28 “… Setibanya di Akhaya maka ia, oleh kasih karunia Allah, menjadi seorang yang sangat berguna bagi orang-orang yang percaya. Sebab dengan tak jemu-jemunya ia membantah orang-orang Yahudi di muka umum dan membuktikan dari Kitab Suci bahwa Yesus adalah Mesias.”

Bapa-bapa gereja

Para bapa Gereja pertama (seperti Ignatius, Polycarp, Clement, dsb) sering membela kekristenan melawan bidah. Tetapi dalam pelaksanaannya, mereka berpegang hanya kepada Alkitab saja.

Demikian pula dengan Irenaeus dan Tertullian. Sejarawan gereja, Ellen Flessman-van Leer menegaskan kebenaran ini: "Bagi Tertullian, Ayat Suci adalah satu-satunya metode untuk menolak dan mensahkan suatu doktrin berdasarkan isinya… Bagi Irenaeus doktrin Gereja pasti tak akan pernah murni tradisional; sebaliknya, pemikiran bahwa disana ada beberapa kebenaran, disampaikan semata-mata hanya lewat mulut (lisan), adalah merupakan jalan pikiran kaum Gnostic… Bila Irenaeus ingin membuktikan kebenaran suatu doktrin secara material, ia merujuk kepada Ayat Suci, karena disitulah ajaran para rasul dapat diperoleh secara obyektif. Bukti dari tradisi dan Ayat Suci menyodorkan akhir yang tunggal dan sama: untuk memperkenalkan ajaran Gereja sebagai ajaran Kerasulan yang asli. Yang pertama membuktikan bahwa ajaran Gereja adalah ajaran rasul, dan yang kedua, apa ajaran rasul itu."  (Ellen Flessman-van Leer, Tradition and Scripture in the Early Church [Assen: Van Gorcum, 1953] pp. 184, 133, 144).

J.N.D. Kelly: "Bukti yang paling jelas mengenai martabat Ayat Suci adalah kenyataan bahwa hampir semua usaha keagamaan para Bapa rasul, apakah tujuan mereka menimbulkan polemik atau pun konstruktif, dicurahkan pada apa yang disebut sebagai penjelasan Alkitab secara terperinci. Selanjutnya, sudah menjadi anggapan dimanapun bahwa, agar suatu doktrin dapat diterima, haruslah pertama-tama menunjukkan dasar Ayat Sucinya". (J. N. D. Kelly, Early Christian Doctrines (San Francisco: Harper & Row, 1978), pp. 42, 46.).


Para tokoh Reformasi

Para tokoh reformasi abad ke-16 seperti Martin Luther, menekankan Sola Scriptura, untuk kembali pada Alkitab yang adalah otoritas tertinggi dalam kehidupan orang percaya. John Calvin, teolog Reformasi yang adalah ‘raja dari penafsir’, membuat The Institutes of The Christian Religion, sebuah karya apologetik yang mempertahankan kebenaran Alkitab. Dia menekankan tentang pentingnya ‘Kitab Suci menafsirkan Kitab Suci.’ Ulrich Zwingli, yang secara umum mengikuti teologi Calvin, menolak semua pandangan yang tidak diajarkan oleh Kitab Suci.

Zwingli begitu menekankan pentingnya Alkitab. “Karyanya sebagai reformator berdasarkan pada prinsip… bahwa semua hal-hal yang diperdebatkan harus diputuskan berdasarkan firman Allah. Zwingli selalu berusaha untuk mendasarkan tindakan-tindakannya atas pengajaran Alkitab dan menghadapi oponen-oponennya, baik Roma Katolik, Lutheran, atau Anabaptis, dengan argumentasi-argumentasi Alkitabiah…” (Geoffrey W. Bromiley, Historical Theology: An Introduction [Grand Rapids: Eerdmans, 1978], hal 214).

Perdebatan-perdebatan yang muncul pada masa ini (misalnya tentang doktrin penebusan, dsb), selalu bermuara pada Alkitab sebagai dasarnya.

“Luther di Jerman dan Zwingli serta Calvin di Switzerland menyebarkan pengajaran Kitab Suci dari mimbar dan melalui tulisan yang berjilid-jilid” (Paul Enns, The Moody Handbook of Theology, Vol 2, hal. 70).


Kesimpulan

Hanya ada satu wahyu khusus dan satu kebenaran tunggal yang berasal dari Allah yang dimiliki oleh manusia, yaitu Alkitab. Kitab Suci inilah yang dapat menuntun manusia kepada keselamatan kekal yang tak pernah bisa didapatkan di kitab-kitab lain.

Menggunakan kitab-kitab agama lain saat berapologetik, akan menentang Efesus 6:15-17 yang memerintahkan kita untuk hanya memberitakan Injil yang adalah firman Tuhan. Alkitab adalah satu-satunya ‘pedang Roh’ yang dapat memadamkan panah api si jahat / serangan setan.

Sola Scriptura seharusnya menjadi somboyan / semangat setiap orang Kristen. Ini sebagai wujud kesetiaan, ketundukan dan penghormatan pada Kitab Suci.

Yoh 10:27 "Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku, dan Aku mengenal mereka, dan mereka mengikut Aku"